Senin, 27 September 2010

Meraih Hidayah Allah SWT

   



Untuk meraih hidayah Allah, setiap Muslim harus memiliki naluri spiritual, menggunakan akal dan panca indera, yang sesuai dengan ajaran Islam. Tiga hal tersebut akan lebih lengkap jika kita kembali pada Alquran, hadis Nabi SAW, dan memakmurkan masjid.

Salah satu cara meraih hidayah Allah SWT adalah dengan memakmurkan masjid. Bukan sekadar menghadiri shalat, tetapi bagaimana menangkap cahaya hidayah yang terpancar dari masjid.

"Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS At-Taubah [9]: 18).

Masjid adalah pancaran nur Ilahi. Allah adalah sumber dan pemberi cahaya. Suatu bahan yang terlihat mengkilap atau kusam bergantung pada sifat dan posisi bahan itu apakah dia memantulkan, menyerap cahaya atau tidak. Cahaya dapat berbelok, dapat memantul.

Hidayah juga demikian. Cahaya hanya menembus benda yang transparan melalui kaca. Cahaya tidak dapat menembus tembok, demikian juga cahaya spiritual. Jika hati tertutup, cahaya atau hidayah Allah tidak akan masuk. Ini salah satu sebab mengapa orang ingkar dinamakan kafir. Sebab, hati mereka telah tertutup. Karena itu, bukalah pintu hati dan pikiran untuk meraih hidayah Allah.

Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat-(nya) yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.'' (QS An Nuur [24]: 35)

Kalau kita ingin pengetahuan, ingin hidayah, maka gunakan naluri kita, gunakan pancaindera dan akal kita. Akal saja tidak cukup, dia memerlukan minyak untuk menyalakan api itu. Kalau minyaknya kotor, akan lahir asap yang memburamkan cahaya. Dan minyak yang bersih akan melahirkan cahaya yang bersih pula.

Peliharalah cahaya itu agar senantiasa bersinar dan menerangi hati kita. Gunakanlah hati, pikiran, dan seluruh panca indera, agar api dan cahaya itu tidak padam. Dan dari masjid kiranya hal tersebut bisa kita dapatkan. Sebab, orang yang memakmurkan masjid, berarti telah memancarkan cahaya Ilahi. Dan siapa yang berada di jalan cahaya Ilahi, niscaya dia akan selalu diterangi. Mudah-mudahan kita selalu mendapatkan limpahan hidayah Allah karena aktivitas kita selalu terpaut ke masjid.
Diambil dari : http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/

Memakmurkan Masjid



" Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk".
( QS 9:18 )

Dalam ayat yang mulia di atas, Allah menjadikan sifat "memakmurkan masjid" sebagai suatu sifat yang membedakan antara orang-orang yang beriman dengan manusia selain mereka, sebab frase innamaa dalam ayat tersebut memberi arti batasan, artinya, orang yang memiliki sifat "memakmurkan masjid" itu tiada lain hanyalah orang-orang yang beriman. Ibnu Katsir rahimahullah di dalam Tafsirnya berkata " maka (dengan ayat ini) Allah Ta'aalaa mempersaksikan keimanan orang-orang yang memakmurkan masjid". Kemudian beliau mengetengahkan sebuah hadits yang dituturkan oleh shahabat Abu Said Al Khudriy radliyallaahu 'anhu dari Nabi shollallaahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda,
"Apabila kalian melihat seseorang yang biasa pergi ke masjid, maka bersaksilah baginya dengan keimanan! Allah Azza wa Jalla berfirman (artinya): "Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir.." Hadits inidiriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi, Ibnu Mardawaih, dan Al Hakim di
dalam Mustadraknya.

Jadi, di antara tanda-tanda orang yang beriman adalah bahwa ia "mau  memakmurkan masjid". Hal itu merupakan qorinah (indikasi) yang mengarah kepada satu hal, bahwa memakmurkan masjid merupakan amalan utama yang selayaknya menjadi kebiasaan seseorang yang telah mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir.

Motivasi Dari Nabi Shollallaahu 'alaihi wa sallam

Nabi Shollallaahu 'alaihi wa sallam telah memberi motivasi kepada para shohabat untuk bersungguh-sungguh dalam memakmurkan masjid dengan iming-iming pahala dan ampunan dosa. Dan camkanlah, bahwa iming-iming dari Nabi shollallaahu 'alaihi wa sallam ini hanya akan menarik hati orang yang beriman saja, yakni orang yang mengharap untuk bertemu Allah dengan perbendaharaan pahala yang besar.

Dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Nabi Shollallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "barangsiapa yang pergi ke masjid pada waktu pagi atau pun sore maka Allah menyediakan untuknya hidangan di surga setiap datang waktu pagi dan sore". Diriwayatkan oleh Al Bukhori dan Muslim.

Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Nabi Shollallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "barangsiapa membersihkan diri di rumahnya, kemudian dia berjalan menuju ke salah satu rumah di antara rumah-rumah Allah (masjid) untuk menunaikan sholat fardhu, maka langkahnya yang sebelah menurunkan dosa dan yang lain menaikan derajat". Diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Dari shahabat Buraidah ra. Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang pergi ke masjid dalam kegelapan malam, bagi mereka telah disediakan cahaya yang sempurna nanti pada hari kiamat". Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan At Tirmidzi

Dari Abu Musa Al Asy'ari rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "sungguh orang yang paling besar pahalanya dalam sholat adalah orang yang paling jauh perjalanan ke tempat sholat, dan
orang yang menunggu sholat sampai ia selesai sholat bersama imam adalah lebih besar pahalanya dibanding orang yang salat sendiri kemudian pulang untuk tidur". Diriwayatkan oleh Imam Al Bukhori dan Muslim.

Imam Al Bukhari dan Imam Muslim mengeluarkan sebuah hadits dari Abu Hurairah ra., beliau berkata, "Aku mendengar Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "tujuh golongan yang Allah akan menaungi mereka di dalam naunganNya di saat tidak ada naungan kecuali naunganNya: seorang pemimpin yang adil, orang yang tumbuh dalam peribadatan kepada Allah, dan seseorang yang hatinya selalu terpaut dengan masjid"
Teladan dari para shohabat.

Para shohabat adalah orang-orang yang paling bisa merasakan kekuatan dari apa-apa yang disabdakan oleh Nabi shollallaahu 'alaihi wa sallam. Nabi adalah sosok yang mereka kagumi, mereka segani, dan mereka cintai, dan mereka idolakan melebihi siapa pun di dunia ini. Mereka mempercayai apa-apa yang mereka dengar dari beliau, sehingga sabda-sabda Nabi shollallaahu 'alaihi wa sallam selalu menimbulkan pengaruh yang kuat dalam diri mereka, sehingga mereka tidak pernah menganggap sabda nabi sebagai perkataan yang tidak perlu diperhitungkan, termasuk dalam perkara "memakmurkan masjid".

Para shohabat tidak ingin ketinggalan satu sholat pun di Masjid Nabi. Sampai-sampai mereka yang rumahnya jauh dari masjid ingin sekali agar bisa pindah ke dekat dengan masjid. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir bin Abdullah ra, beliau berkata, "beberapa tempat di dekat masjid masih kosong, maka Bani Salimah bermaksud untuk pindah ke dekat masjid. Berita itu terdengar oleh Nabi Shollallaahu 'alaihi wa sallam, kemudian beliau bersabda kepada mereka, "Aku mendengar bahwa kalian bermaksud pindah ke dekat masjid?", mereka menjawab, "benar wahai Utusan Allah, kami bermaksud demikian". Beliau bersabda, "wahai Bani Salimah, tetaplah kalian tinggal di rumah kalian (yang sekarang), karena bekas-bekas langkahmu (menuju masjid) itu tercatat sebagai amal kebaikan". Mereka berkata, "kami tidak jadi untuk pindah rumah". Dari sini jelas, bahwa pahala merupakan suatu hal yang sangat berharga bagi para shohabat, sampai-sampai mereka berencana untuk pindah rumah dalam rangka mengejarnya. Kita saksikan sekarang, manusia berusaha keras untuk bisa pindah mendekati pusat ekonomi atau kekuasaan. Itu karena hal terpenting dalam kehidupan para shohabat berbeda dengan hal terpenting bagi kehidupan manusia jaman sekarang yang materialistik.

Shahabat Ubay bin Ka'ab ra berkisah, "ada seorang laki-laki dari kalangan Anshor yang tidak ada seorang pun yang saya ketahui memiliki rumah yang lebih jauh dari masjid daripada rumahnya, namun dia tidak pernah terlambat sholat. Pernah dikatakan kepadanya, "Seandainya saja kamu membeli seekor keledai yang dapat kamu kendarai dalam kegelapan dan pada hari yang sangat panas (tentu lebih mudah)!" Dia menjawab, "tidaklah menggembirakan seandainya rumahku berada di samping masjid, (sebab) sungguh aku ingin dituliskan (oleh Malaikat) jalanku menuju masjid dan kepulanganku kepada keluargaku". Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Allah telah mengumpulkan untukmu semua itu (pahala dalam berangkat dan pulang). Diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Nasehat dan Teladan Generasi Terdahulu

Diketengahkan oleh Abu Nu'aim dalam Al Hilyah, bahwa Mu'adz bin Jabal ra. Berkata, "barangsiapa ingin berjumpa dengan Allah dalam keadaan aman sentosa, maka hendaklah ia mengerjakan sholat lima waktu di tempat panggilannya (masjid) karena hal itu termasuk sunanul hudaa dan salah satu diantara yang diajarkan oleh nabi kalian. Dan jangan sampai ia berkata, "aku sudah punya musholla di rumahku, maka aku pun shalat di situ", sebab jika kamu melakukan hal itu maka kamu telah meninggalkan sunnah nabimu, dan apabila kamu meninggalkan sunnah nabimu, maka kamu pasti tersesat".  Ini bukan perkataan anak kecil yang baru ngaji satu atau dua tahun, tapi beliau adalah Mu'adz bin Jabal, shohabat besar yang pemahaman agamanya telah diakui oleh Nabi shollallaahu 'alaihi wa sallam sehingga dia pernah diutus sebagai wali dan hakim di Yaman.

Umar sangat perhatian terhadap pelaksanaan sholat di  masjid, sampai-sampai beliau sengaja mengutus penuntun bagi  orang-orang yang tidak mampu berangkat sendiri. Diriwayatkan oleh Ibnu
Sa'ad dari Abdur Rahman bin Miswar, ia berkata,"Umar datang kepada Sa'ad bin Yarbu' di rumahnya, ia datang untuk menguatkan hati Sa'ad yang kehilangan pengelihatannya, kemudian Umar berkata,"janganlah engkau meninggalkan sholat jum'at dan sholat berjama'ah di masjid rasulullaah!" Sa'ad menjawab, "tidak ada orang yang bisa menuntunku". Umar berkata, "Kami akan mengutus orang yang akan menuntunmu", lalu Umar mengutus anak laki-laki dari tawanan.. Al Auza'i meriwayatkan, bahwa umar pernah menulis surat kepada para pekerjanya, "Hindarilah kesibukan menjelang waktu sholat karena orang yang menyia-nyiakan sholat itu berarti dia akan lebih parah dalam menyia-nyiakan  syiar-syiar islam yang lain".


Diambil dari : http://titok.wordpress.com/2008/05/10/memakmurkan-masjid/#more-173